Triamedia – Kekhawatiran Geoffrey Hinton, yang dikenal sebagai bapak kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), satu tahun lalu, tentang kecerdasan AI akan melebihi manusia, kini mulai dirasakan. Berbagai pekerjaan, bisa dengan mudah diselesaikan, tidak terkecuali pekerjaan seorang jurnalis. “Hadirnya AI, tidak menutup kemungkinan bisa menggantikan peran jurnalis,” kata Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers.
Menurutnya, perkembangan teknologi tidak bisa dihindari, dan harus bisa dimanfaatkan dengan baik. “Jurnalis televisi sebagai control social harus menjalankan fungsinya secara benar dan semata-mata untuk kepentingan publik,” katanya menambahkan.
Pernyataan itu disampaikan Ninik Rahayu dalam sambutannya, di acara Refleksi dan Urun Rembug serta Launching Buku Kompetensi Jurnalis Televisi, yang diselenggarakan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Hall Dewan Pers, Kamis (19/12/2024) siang.
Menurut Ninik, Televisi masih menjadi platform media rujukan bagi publik untuk mendapatkan informasi. “Jurnalis Televisi harus bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab,” katanya. Hadir dalam kegiatan tersebut Plt Dirjen Komunikasi dan Media Massa, Kementrian Komunikasi dan Digital, Molly Prabawaty, Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, Pemimpin Redaksi dari sejumlah stasiun televisi, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta.
Menurut Molly Prabawati, AI merupakan inovasi baru yang bisa dimanfaatkan oleh jurnalis, seperti analisis data dalam mengidentifikasi tren, pola dan sumber potensial. Plt Dirjen Komunikasi dan Media Massa itu menegaskan jika, AI tidak serta merta menggantikan peran jurnalis.
“Dalam penyajian informasi yang kredibel, seorang jurnalis melibatkan elemen-elemen kreatif, empati dan interpretasi manusia yang sulit ditiru oleh teknologi,” katanya. Menurutnya jurnalis harus membangun narasi positif dalam menyampaikan informasi yang akurat, adil, transparan, sesuai dengan professionalitas dan independensi jurnalistik, dengan memanfaatkan AI.
Tidak tergantikannya peran jurnalis oleh kecerdasan itulah, IJTI meluncurkan buku Kompetensi Jurnalis Televisi, yang menjadi panduan bagi jurnalis televisi dalam melaksanakan tugasnya. “Buku ini akan membantu jurnalis televisi dan bisa menjadi standar untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik televisi yang baik,” kata Herik Kurniawan, Ketua Umum IJTI.
Menurutnya, jurnalis yang memiliki kompetensi, harus bisa menghasilkan karya jurnalistik yang memberikan nilai dan kebermanfaatan bagi masyarakat. “Semoga buku yang diterbitkan IJTI bisa menjadi rujukan, tidak hanya bagi jurnalis televisi, tapi juga mahasiswa yang mengambil peminatan jurnalistik,” katanya menambahkan.
Peluncuran Buku Kompetensi Jurnalis Televisi, menutup rangkaian kegiatan IJTI di tahun 2024. Buku yang ditulis Rachmat Hidayat, Kepala Lembaga Uji Kompetensi Jurnalis Televisi IJTI itu, merupakan hasil evaluasi kegiatan Uji Kompetensi Jurnalis Televisi, yang diselenggarakan IJTI di berbagai daerah. Buku setebal 164 halaman itu memuat tentang pemahaman Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran khusus Jurnalis Televisi, riset dan usulan berita televisi, mewawancarai nara sumber, sampai cara menyusun budget program televisi. (Tria 2)